Sabtu, 12 Januari 2013

refleksi tanggal 8 januari 2013


Intuisi dalam Pribadi Manusia akan Pengetahuan

Sebuah referensi yang digunakan dalam karya ilmiah adalah merujuk kepada orang (pengarang) dan karyanya (makalah) secara ilmiah. Terkadang orang merujuk referensi kepada websait, padahal websait itu bukanlah sebuah referensi yang patut untuk digunakan. Websait itu bukan referensi, tetapi tempat beradanya referensi yang dubuat oleh seseorang. Sebuah websait sama halnya dengan sebuah meja, lemari, locker dan tas, disana sesuatu benda di letakkan tanpa diketahui siapa pengarang atau jenis karya ilmiahnya. Serta elegi yang ada dalam pembelajaran filsafat itu tidak juga dapat digunakan sebagai sebuah referensi, karena tidak memuat jenis karya ilmiah dari sang penulis. Elegi itu dibuat dengan tujuan untuk pembelajaran filsafat secara intuitif melalui intuisi yang dipahami. Akan tetapi sebuah elegi bisa juga menjadi referensi jika dia memuat sebuah karya ilmiah dari seseorang. Karya ilmiah itu bisa berupa buku yang sudah di SN/SNB, jurnal yang telah terakreditasi, atau juga berupa makalah yang telah dipresentasikan di seminar nasional/internasional, dan selain hal yang disebutkan itu bukanlah sebuah karya ilmiah.
Kategori penulis ilmiah adalah S3 atau professor untuk lingkup luar negeri, namun untuk kancah lokal bisa seperti skripsi, tesis, dan desertasi. Meskipun seorang telah memiliki gelar professor atau doktor, karya yang ditulisnya bisa juga untuk diragukan kebenarannya jika tidak sesuai dengan gelar, jurusan atau keahlian yang ditekuni. Cara untuk meragukan dengan mencari karya-karya ilmiahnya berupakualitas tulisan, kualitas dari penulisnya secara formal dan substansif. Secara formal dapat diartikan jika karya ilmiahnya yang ditulis sesuai dengan jurusan yang menunjang dan secara substansif dapat diartikan jika sesuai dengan karya-karya yang menunjang. Seperti contoh prof. Marsigit, beliau memiliki justification untuk dua hal yaitu dalam pembelajaran matematika dan filsafat. Karena untuk S2, beliau mengambil jurusan pada pendidikan metematika sehingga ketika beliau menulis buku tentang pembelajaran matematika, maka sudah sepantasnya beliau untuk menulis atau membuat karya ilmiah. Serta S3 nya beliau mengambil filsafat maka betullah dia jika menulis buku atau karya yang mengenai hal filsafat dan layak untuk memperoleh kebenaran atau diyakini oleh para pembaca/pemakai karyanya.
Prof. Pernah menjalin kerjasama dengan universitas Maillbourne, Australia yaitu ketika beliau menjadi anggota WCU (World Class University). Beliau memiliki semangat yang membara, tulus dan ikhlas, namun itu semua tidak cukup untuk menjalin kerjasama dengan mereka. Faktor terpenting dan faktor lain adalah dari segi ekonomi, karena perbedaan segi ekonomi sangat mencolok dengan mereka yang dapat terlihat dari aplikasi gaji di Indonesia selama 5 bulan yang hanya mampu untuk mencukupi kehidupan di Australia selama satu minggu dan itu meliputi untuk semua instansi. Itulah kesenjangan kita dengan luar negeri. Kerjasama yang dilakukan oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan Maillbourne dalam bentuk join research, namun meskipun Indonesia memiliki banyak dosen dengan lulusan S2 ataupun S3 baik dari dalam negeri ataupun luar negeri kerjasama tidak serta merta langsung untuk dilakukan. Dalam melaksanakan kerjasama itu, terlebih dahulu dosen-dosen kita harus kuliah dulu dengan universitas yang diajak kerjasama. Mereka harus kuliah dulu di universitas yang diajak kerjasama, kemudian ketika melakukan penelitian akan dipandu oleh dosen yang bersangkutan di universitas itu. Dengan kondisi demikian para dosen yang kuliah itu akan memiliki chemistry dan pada akhirnya akan mudah untuk melakukan penelitian join research. Hasil dari penelitian itu dapat dimasukkan dalam jurnal, nama dosen pembimbing disebutkan dalam jurnal itu. Chemistry yang timbul akan mempermudah melakukan penelitian-penelitian berikutnya.
Melakukan fotokopi itu tidak seluruh dari isi buku tersebut, melainkan memerlukan adab atau tata cara dalam mengkopi. Mengkopi secara keseluruhan dalam buku, berarti melakukan plagiatisme dan merugikan hasil karya orang lain. Dalam mengkopi buku hanya boleh secukupnya, satu chapter yang diperlukan saja jika itu menerapkan adab berfotokopi.
Memanfaatkan buku harus dengan melihat pengarang, hasil karya yang dibuat. Dengan demikian cara menilai buku adalah melihat penulis, akuntabel atau tidak penulisnya, memiliki latar belakang yang menunjang dalam menulis sebuah buku atau tidak, serta di dukung dengan penelitian. Negara Indonesia banyak penulis-penulis yang oportunitif yaitu menjadi seorang penulis buku, yang disebabkan susah dalam mencari pekerjaan dan tidak diterima dalam melamar pekerjaan.
Manfaat dari intuisi adalah mampu menjelaskan sesuatu tanpa harus mengartikan sesuatu itu secara mendetail. Sebagai contoh kapan kita mampu membedakan laki-laki dan perempuan, kalau waktu sekolah seorang bapak guru menjelaskan atau mendefinisikan laki-laki adalah manusia yang memiliki kumis dan seorang perempuan adalah jika ia memiliki rambut yang panjang. Namun definisi itu salah dan tidak tepat serta kacau balau. Bagaimana jika kita melihat seseorang perempuan yang memiliki rambut pendek, apakah ia disebut dengan laki-laki. Kan definisi yang di atas menjadi kurang tepat dan itulah intuisi. Proses awalnya pemahaman secara intuitif dalam diri hingga memiliki pemahaman determin dari diri yang kokoh hingga mampu membedakan laki-laki dan perempuan secara benar. Kategori akan turun menjadi regulasi, dalam bahasa pemerintahan regulasi berarti peraturan. Intuisi tumbuh dan mengkonstruk dalam diri di awali dengan mulainya kita mengikuti pendidikan. Intuisi itu jarang dipahami oleh sebagian besar pengajar, mereka hanya mengajar sebatas yang ia mampu. Sehingga kegiatan yang dilakukan, dia sendiri tidak mengetahui atau mengerti yang ia lakukan dan hanya sebatas seperti air yang mengalir, yang akan jatuh pada tempat yang lebih rendah.
Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda-beda, karena kita berada di daerah jawa dengan budaya jawa. Kadang orang itu melakukan kegiatan, yang tanpa mereka sadari karena ada fatamorgana oleh ritual yang lain, sebagai contoh pada orang yang pamitan haji. Pada dasarnya tujuan dari acara itu adalah untuk meminta maaf kepada handai tolanda. Dahulu meminta maaf itu harus mendatangi rumah satu persatu, karena kurang efektif maka si pemilik acara itu mengadakan acara pengajian. Dengan begitu acara yang tadinya harus berkeliling kampong untuk meminta maaf, mereka hanya cukup dirumah dengan mengundang para masyarakat untuk datang menghadiri pengajian yang diadakan. Sehingga masyarakat telah terfatamorgana oleh acara pengajian itu. Namun masyarakat yang tahu permasalahan atau agenda dalam pamitan haji itu, terkadang mereka malah tidak menghadiri acara itu dengan alas an jika mereka menginginkan maaf harusnya datang ke hadapan saya (yang dimintai maaf).
Banyak persoalan filsafat, dapat berupa kemampuan orang tua dengan menggunakan sesuatu yang berbeda dengan orang tua yang lain, seperti gaya atau penampilan yang seperti gaya anak muda. Persoalan filsafat dapat juga menyangkut masalah spiritual, semua persoalan filsafat itu mengalir dan membutuhkan energi. Seorang guru  atau dosen filsafat memiliki kesamaan dengan dalam dalam pewayangan. Seorang dalang  yang hebat tidak hanya sekedar tampil serta merta tanpa muatan-muatan tertentu missal memerlukan spiritual. Budaya wayang itu merupakan kolaborasi antara budaya hindu-islam, sehingga ritual yang digunakan sebelum melakukan aksi maka dalang melakukan ritual hindu-islam. Dalang dalam melakukan penampilannya, mereka harus melakukan ritual khusus seperti berpuasa, membakar kemenyan, semedi (bertapa) yang bertujuan agar aksi yang dilakukan tidak mendapati permasalahan/hambatan dan juga dapat menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat. Namun seorang guru atau dosen filsafat dalam mengajar filsafat memerlukan penghayatan hingga sampai pada spiritual. Jika telah sampai pada tingkat spiritual, maka tidak dapat mengklaim baik kebenaran maupun keadilan. Dan semuanya itu hanya ada disisinya. Maka seringkali pengajar filsafat, ketika berbicara spiritual maka dia mengajak diriya sendiri. Pengajar dalam melakukan pembelajaran yang dilakukan maka ritual yang dilakukan dengan berdoa di awal dan akhir pembelajaran. Belajar filsafat itu memiliki kajian yang berbeda-beda dan memiliki tingkatan yaitu berat, ringan dan mudah.
Kajian yang berupa berat yang berisi tentang theology (ketuhanan); etik dan estetika menyangkut arwah; tentang kebaikan dan keburukan; tentang cinta; ilmu bidang dan penerapannya sehari-hari; dan sex education. Pembelajaran sex education itu berbeda-beda pembelajarannya untuk masing-masing daerah, bagaimana kontekstualnya di jawa, papua dan daerah lain yang berisi topic tentang yang ada dan yang mungkin ada. Di Papua maka pembelajaran dilakukan dengan member penjelasan secara terpisah antara laki-laki dan perempuan serta di sekolah dengan menunjukkan gambar anatomi tubuh manusia. Budaya jawa itu menganggap sex education itu merupakan hal yang tabu dan tidak perlu untuk diungkapkan jika manusia itu tidak mengetahuinya. Hal terbukti dalam cerita rakyat jawa mengenai lagu-lagu atau cerita rakyat yang ternyata di dalamnya terdapat nuansa-nuansa sex education. Terlihat pada cerita rakyat jaka tingkir yang mampu mengalahkan buaya yang berjumlah 40. Serta pada keluarga yang dirasa sudah lama namun belum memiliki keturunan, sehingga orang tua mereka membawa mereka kepada orang pintar (sesepuh) untuk diberi wejangan berupa symbol dengan sebuah biji asam (klungsu) untuk dipecahkan tanpa menggunakan alat apapun, tangan maupun kaki hanya boleh untuk dipecahkan berdua saja. Itulah sex education yang diterapkan di budaya jawa. Sehingga dalam pembelajaran itu dibutuhkan kearifan yang digunakan dalam pengetahuan sex education agar tidak menyinggung budaya yang lain dan mengkomunikasikan tanpa memunculkan kefulgaran dalam berbicara atau yang lainnya. Karena dalam menyampaikan hal yang demikian tidaklah mudah seperti berbicara biasa, melainkan membutuhkan pengetahuan sebagai sarana pembelajaran akan pengetahuan yang akan dilakukan.

1.      Apakah orang tua zaman dahulu menggunakan intuisi dalam menjemput ajal mereka? Karena mereka terkadang mengetahui kapan akhir hidupnya?
2.      Apa yang menjadi perbedaan antara firasat seseorang dengan intuisi ?

Senin, 07 Januari 2013

refleksi tanggal 18 desember


Intuisi Seseorang Dalam Kehidupan

Belajar berfilsafat dapat diwujudkan dalam berolah pikir, mengatakan yang ada dan yang mungkin ada dalam segala hal secara bebas sesuai dengan norma-norma. Filsafat itu sebagai pembebasan untuk dapat mengatakan meta matematika, meta fisika, meta kehidupan, meta penglihatan. Ternyata yang ada dan yang mungkin ada memiliki meta nya masing-masing dan semua itu bersifat sebagai sintesis. Sebagai contoh pertanyaan apa yang dibalik oksigen, apa di balik…….. hingga mereka tidak mampu untuk menjawabnya, itulah yang dimaksud dengan sintesis. Dalam belajar filsafat perlu adanya adab berpikir, karena sebenar-benar filsafat adalah berpikir atau berolah pikir. Filsafat dikatakan sebagai onthologi karena dapat mempelajari dasar ilmu, sehingga sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu. Filsafat ilmu adalah segala hal yang memperbincangkan tentang ilmu yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan. Filsafat matematika adalah memperbincangkan yang ada dan yang mingkin ada dalam pendidikan matematika. Dalam pengembangan ilmu mampukan memperbincangkan dalam pendidikan, jangan sampai dalam mengembangkan kurikulum seorang pengembang itu hanya bersifat parsial karena hanya tambal sulam untuk memperbaiki kurikulum. Pemerhatian dalam pengembangan kurikulum memahami kondisi yang ada dalam kehidupan ini, untuk memperoleh kurikulum yang benar-bnar dapat dijadikan acuan dalam pendidikan dan mampu membawa masyarakat kearah kemajuan pendidikan.
Filsafat itu adalah aturan meskipun buka aturan yang sebenar-benarnya, masalah adat sepenting-penting adat harus harus dipayungi dengan keimanan kita, pancasila dan berlandaskan pada UUD ’45. Seorang yang belajar filsafat, mereka berlaku sebagai foundalisme serta intuisialisme. Manusia kecil sekaligus besar, orang tua sekaligus muda, kaya sekaligus miskin, orang bodoh sekaligus pintar, orang malas sekaligus kreatif dan masih banyak lagi. Itulah sebagai keterbatasan manusia agar mereka tidak berlaku sombong , sehingga keterbatasan itu merupakan rahmat tuhan, sehingga manusia perlu untuk mensyukuri nikmat dan karuniaNya yang telah diberikan. Sebagai contoh dalam pembelajaran filsafat yang menuntut siswa untuk membaca elegy sebagai pelaksanaan pembelajaran, sehingga ketika siswa tidak mau untuk membaca elegy berarti ia berlaku sombong karena telah mampu untuk mempelajari filsafat itu sendiri, dan itu adalah kesombongan yang sangat besar. Dalam berfilsafat menggunakan metode hereumatika/terjemah-menerjemahkan/silaturahim/metode hidup. Sesuai dengan kondrat manusia yang diberikan tuhan, maka metode yang digunaka adalah metode hidup. Berfilsafat itu terikat pada ruang dan waktu, yaitu mudah untuk diucapkan namun susah untuk diterapkan sesuai ruang dan waktunya. Ruang dan waktu tidak lain dan tidak bukan adalah intuisi, maka jangan berpikir ruang dan waktu hanya yang memiliki intuisi, namun yang lain juga memiliki intuisi.
Dalam berbicara dalam lingkungan masyarakat harus berlandaskan pada aturan dan kitab kuning agar tidak menyinggung yang lain, karena keharmonisan dalam masyarakat itu perlu dibangun dan dijaga agar tercipta kerukunan antar anggota masyarakat. Dalam mengkritisi seseorang harus melihat latar belakang orang itu yang dilakukan, mungkin itu bersifat sebagai prestasi atau dengan alasan tertentu yang memang perlu untuk dilakukan. untuk memperoleh kondisi normal. Potensi untuk melakukan aktivitas akan berjalan dengan baik jika ditunjang dengan kondisi tubuh yang normal. Seorang yang berfilsafat melingkupi semua yang ada dan yang mungkin ada karena memiliki potensi untuk melakukan sesuatu, dan mereka memiliki sifat kehidupan untuk perlu dihargai atau dihormati. Segala yang ada di dunia ini perlu untuk dijaga kelestariannya untuk mencapai keseimbangan kehidupan. Terkadang manusia lupa keberadaan di dunia ini diciptakan oleh tuhan untuk menjaga yang ada di dunia ini dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Namun kemudian manusia bertindak mengeksploitasi segala yang ada untuk dimanfaatkan bagi kehidupannya tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dan itulah keserakahan manusia untuk memiliki semuanya. Dengan bertindak semena-mena terhadap sesama dengan mengharap keuntungan selalu ada pada dirinya.
Di dunia ini, setiap isi pasti memiliki wadah, baik yang ada dan yang mungkin ada. Meskipun bentuk wadahnya, manusia tidak menyadarinya. Air yang tumpah dikiranya tidak memiliki wadah, sesungguhnya wadah itu adalah ruangan yang ia tumpahi. Itulah kesadaran manusia akan suatu keadaaan. Manusia memiliki intuisi  dalam dirinya yang diperoleh dari pengalaman atas aktivitas dari kehidupan sehari-hari, mereka mengerti konsep enak, mengerti konsep cantik, mengerti konsep ganteng dan itu semua itu tidak perlu untuk dijelaskan mereka dalam kehidupan untuk diucapkan pengartiannya. Seorang yang autisme, tidak memiliki atau kehilangan intuisi dalam dirinya, konsep pendidikan yang benar yaitu dengan menumbuh kembangkan intuisi dalam diri siswanya. Sehingga mampu melakukan aktivitas atau memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan baik, intuisi selalu dibangun dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Karena pengetahuan yang lama akan mati dan tumbuh pengetahuan yang baru yang lebih baik. Pengetahuan yang hanya bertahan untuk konsep lama, berarti mereka termakan oleh mitos. Janganlah kamu termakan mitos, sehingga perlu untuk belajar dan belajar demi memperoleh pengetahuan yang baru. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswanya, yang dilakukan oleh seorang guru adalah dalam upaya untuk mengembangkan intuisi dalam dirinya untuk semakin komplek.
Bagaimana pendidikan yang kita jalankan, apakah akan menuju pada kompetisi atau kolaborasi, itu semua bukan merupakan jawaban secara filsafat. Pendidikan bukanlah berifat kompetisi ataupun kolaborasi melainkan pembangunan pengetahuan kepada siswanya untuk menjadi tahu dan paham apa yang nantinya akan dilakukan. meskipun pada akhirnya berlaku pada kompetisi dalam penunjukkan pemerolehan hasil evaluasi. pendidikan dilakukan sebagai kewajiban atau kesadaran bagi seluruh pemangku kegiatan pendidikan. Pendidikan sebagai kewajiban pemerintah untuk menjalankan pendidikan, dan masyarakat perlu untuk memiliki kesadaran akan pendidikan untuk anak-anaknya untuk dapat maju dan memiliki pengetahuan. Merasa membutuhkan menjadikan pembelajaran akan berlanngsung dengan baik. Semangat dan motivasi belajar yang tinggi akan tumbuh jika itu sebuah kesadaran akan pendidikan. Tanpa paksaaan dari berbagai pihak dalam menjalankan pendidikan. Pendidikan yang berkembang, berarti tumbuh intuisi dalam diri siswanya, mereka menjadi tahu dan paham yang diajarkan kepada mereka. Intuisi didasarkan pada pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya sehari-hari. Setiap orang memperoleh intuisi itu melalui hal yang berbeda-beda, sesuai dengan yang dilakukan oleh dirinya masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mengerti rasa sakit saja dalam memperolehnya berbeda-beda, seperti dicubit sakit, ditendang sakit, jatuh sakit dan lain-lain, sehingga pengartian sakit seseorang itu berbeda-beda.
Zaman sekarang berbda dengan zaman dahulu, kalau zaman dahulu semua yang diucapkan para pejabat berlaku absolutism namun sekarang berbeda bersifat demokratisme. Para pejabat kebenaran yang diucapkan bersifat otoritatif, karena kekuasaan yang dimiliki. Sesungguhnya kebenaran yang sebenar-benarnya adalah kebenaran oleh Allah SWT. Manusia hanya mampu untuk meminta pentunjuk dalam memperoleh kebenaran. Tiada daya dan upaya yang dilakukan manusia untuk memperoleh kebenaran tanpa kuasaNya. Belajar filsafat tidak hanya diberikan kepada siapa saja melainkan meperhatikan kepada siapa itu diajarkan dan diperbincangkan. Filsafat belum mampu untuk diajarkan kepada anak-anak, filsafat itu bahasanya orang dewasa. Anak kecil belum mampu untuk menjangkaunya, bisa jadi perkataan kita akan menjadi bahan tertawa bagi orang yang belum memahami filsafat itu sendiri. Sehingga semua itu ada dimensinya masing-masing dan harus menyesuiakan dengan dimensinya itu. Banyak buku yang dikarang oleh opourtunis-oportunis, karena buku karanganya tidak sesuai dengan kemampuannya yang ditulis. Karena banyak yang ditulis tidak dipahami oleh penulisnya sendiri, mengumpulkan bahan atau materi dari sana-sini untuk menjadi sebuah buku dan ini menjadi rantai setan yang tidak ada pangkal dan ujungnya. Sehingga dalam melakukan sesuatu hatus memperhatikan dimensi-dimensi, janganlah melampaui dimensi, jika melampaui berarti kita telah melakukan tindakan korupsi terhadap dimensi yang telah diberikan.
Pendidikan yang memerdekakan itu seperti apa, intuisi adalah ruang dan waktu. Seseorang yang mengatakan itu berlangsung hingga sepuluh tahun hingga ia sama dalam mengatakannya maka ia akan termakan akan mitosnya. Sehingga intuisi itu sesuai dengan ruang dan waktu, yang selalu berkembang. Term yang berkembang misalnya kata-kata yang sekarang dipakai dan dulu belum ada adalah jadian, dulu berarti siluman namun sekarang berarti sebagai kata pacaran. Itulah term-terma yang berkembang. Sehingga kata merdeka, mereka mengerti merdeka setelah mereka belajar ilmu sejarah ’45 itu dilakukan secara formal. Merdeka dapat diartikan  pembebasan kebodohan,dalam lingkup pendidikan. Bebas dapat diartikan lepas dari keterikatan jika mereka berada dalam suatu organisasi.

1.      Apakah pendidikan yang dilakukan dapat terlepas dari intuisi yang dibangun para gurunya ?
2.      Bagaimana seorang anak yang lupa akan jati dirinya, agar mampu mengingat keberadaannya sebagai insan bermasyarakat ?

refleksi 11 desember


Kebenaran dan Keadilan

Manusia hidup dan berkembang selalu beriringan dengan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan harus selalu berkembang agar manusia tidak termakan akan mitos sehingga membutuhkan jargon dalam dirinya agar tidak termakan mitosnya. Peristiwa demi peristiwa dilalui manusia, baik pahit maupun manis semua pasti akan dijalani tinggal bagaimana manusia menyesuaikan dengan kondisinya. Sehingga terkadang timbul kecemburuan sosial, memperoleh ketidakadilan akan suatu sikap dan itu membuat manusia merasa tidak nyaman dalam kehidupannya. Permasalahan itu menjadikan manusia mencari keadilan, untuk memperoleh keharmonisan, karena manusia tidak mampu memberikan keadilan yang seadil-adilnya. Meskipun manusia memberikan keadilan, namun keadilan tersebut mungkin berupa ketidakadilan. Keadilan yang absolute hanyalah milik Allah SWT, sebagai seorang umat manusai yang beragama, harus selalu berikhtiar agar diberikan petunjuk dari Allah untuk memiliki sifat adil. Keadilan manusia hanyalah bersifat relative, dengan sebatas kemampuan manusia. Dan keterbatasan manusia mencapai keadilan adalah terikat oleh ruang dan waktu.
Keadilan yang ada memerlukan kebenaran, didukung keberadaan suatu hal yang konkret terhadap permasalahan yang ada dan yang mungkin ada. Seorang direktur merasa benar jika memperoleh laporan dari karyawannya, jika ia seorang bayi merasa benar jika sudah mengulum sebuah benda yang dipegang, seorang siswa merasa benar jika sudah mengerjakan PR. Dalam memberikan sikap adil kepada orang lain, membutuhkan fakta-fakta yang ada untuk dianalisis agar manusia tidak terjebak akan mitos. Kebenaran akan fakta-fakta yang ada harus selalu dicari, digali sedalam-dalamnya demi terpenuhi pengetahuan yang baru. Janganlah manusia terdiam hingga mitos mendekati dan bersamanya, itulah sebenar mati dalam arti sedalam-dalamnya. Pengetahuan itu tidak akan pernah mati, tergantung manusia masih berusaha untuk mencari kebenaran akan suatu hal yang terjadi maupun yang akan terjadi. Segala sesuatu adalah rahasia illahi, tak ada daya dan upaya untuk menjangkau atau mengetahuinya. Selama manusia itu masih memiliki sifat kekurangan, kesombongan tidak akan pernah bersamanya. Sombong merupakan sifat setan yang paling dibenci Allah, semoga diampuni segala kesalahan dan diberikan petunjukNya. Manusia sering terpaku pada kebenaran yang fiktif, tanpa mengetahui permasalahan penyebab kejadian perkara. Dampak yang diberikan berupa ketidakadilan yang sering melanda semua pihak. Untuk itu para pemberi keadilan (hakim), mereka berusaha memberikan keadilan dengan berdasar pada sudut pandang subjektif dan objektif serta fakta-fakta yang ada. Semua dimunculkan hingga di analisis untuk memberikan hasil yang memuaskan dan aman bagi semua pihak yang di dasarkan pada kebenaran.
Akal diberikan tuhan untuk berpikir dan memikirkan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini. Memisahkan antara tuntunan dan larangan serta kesemuanya itu sesuai dengan ajaran agama masing-masing dan telah diatur di dalamnya. Semua itu diberikan kepada manusia agar memanfaatkan limpahan yang telah diberikan tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna, mereka semua memiliki keterbatasan dan menyadari akan keberadaan dirinya dalam ruang dan waktu. Kelebihan bukanlah sesuatu yang perlu untuk disombongkan, hal itu tidaklah sesuai  dengan sifat tuhan. Menjalankan segala sesuatu sesuai dengan fitrohnya, membina kehidupan yang harmonis antar sesama manusia karena kita merupakan makhluk sosial. Manusia sering melakukan hal yang didasarkan pada hedonisme, tidak mau terikat akan suatu hal atau aturan. Menurut mereka kebebasan itu lebih menyenangkan daripada terikat pada suatu keadaan. Itulah sebenarnya kerugian, sesungguhnya manusia berada di dalam kerugian waktu jika tidak memahami keberadaan waktu yang diberikan tuhan.
Dalam memperoleh ilmu, mengembangkan pengetahuan dibutuhkan pengarahan dan bimbingan yang intensif dari guru dan yang terdapat di dalamnya. Guru sebagai fasilitator pendidikan, mengarahkan dan membentuk pola pikir siswanya agar berkembang. Setiap siswa tidak mengetahui akan apa yang akan dilakukan sebelum diberikan pengarahan dari guru. Siswa akan bertanya-tanya akan kegiatan yang dilakukan, tidak memiliki pemahaman akan apa yang berjalan dimana sebelum diberikan petunjuk atau terjun langsung sebagai subjek belajar. Setelah mereka menjalani kegiatan, akan terbentuk pola pikir yang semakin berkembang mengikuti pengetahuan yang dimiliki. Pemahaman itu selalu berkembang, hingga memiliki pengetahuan mampu untuk disampaikan dan memberikan manfaat bagi orang lain. Itulah sebenar-benar pembelajaran yang berguna bagi pendidikan. Dalam memberikan pembelajaran harus diperhatikan hal-hal sebagai persiapan sebelum mengajar hingga tahap evaluasi.  

Pertanyaan
1.      Apakah kita harus menerima setiap putusan yang mungkin tidak memperoleh keadilan, atau selalu mencari kebenaran demi tercapainya keadilan ?
2.      Masih banyak warga pendidikan yang belum memperoleh keadilan dalam menikmati pendidikan yang sesungguhnya, bagaiman menilai sikap adil dalam bidang pendidikan ?