Intuisi
dalam Pribadi Manusia akan Pengetahuan
Sebuah
referensi yang digunakan dalam karya ilmiah adalah merujuk kepada orang
(pengarang) dan karyanya (makalah) secara ilmiah. Terkadang orang merujuk referensi
kepada websait, padahal websait itu bukanlah sebuah referensi yang patut untuk
digunakan. Websait itu bukan referensi, tetapi tempat beradanya referensi yang
dubuat oleh seseorang. Sebuah websait sama halnya dengan sebuah meja, lemari,
locker dan tas, disana sesuatu benda di letakkan tanpa diketahui siapa
pengarang atau jenis karya ilmiahnya. Serta elegi yang ada dalam pembelajaran
filsafat itu tidak juga dapat digunakan sebagai sebuah referensi, karena tidak
memuat jenis karya ilmiah dari sang penulis. Elegi itu dibuat dengan tujuan
untuk pembelajaran filsafat secara intuitif melalui intuisi yang dipahami. Akan
tetapi sebuah elegi bisa juga menjadi referensi jika dia memuat sebuah karya
ilmiah dari seseorang. Karya ilmiah itu bisa berupa buku yang sudah di SN/SNB,
jurnal yang telah terakreditasi, atau juga berupa makalah yang telah
dipresentasikan di seminar nasional/internasional, dan selain hal yang
disebutkan itu bukanlah sebuah karya ilmiah.
Kategori
penulis ilmiah adalah S3 atau professor untuk lingkup luar negeri, namun untuk
kancah lokal bisa seperti skripsi, tesis, dan desertasi. Meskipun seorang telah
memiliki gelar professor atau doktor, karya yang ditulisnya bisa juga untuk
diragukan kebenarannya jika tidak sesuai dengan gelar, jurusan atau keahlian
yang ditekuni. Cara untuk meragukan dengan mencari karya-karya ilmiahnya
berupakualitas tulisan, kualitas dari penulisnya secara formal dan substansif.
Secara formal dapat diartikan jika karya ilmiahnya yang ditulis sesuai dengan
jurusan yang menunjang dan secara substansif dapat diartikan jika sesuai dengan
karya-karya yang menunjang. Seperti contoh prof. Marsigit, beliau memiliki justification untuk dua hal yaitu dalam
pembelajaran matematika dan filsafat. Karena untuk S2, beliau mengambil jurusan
pada pendidikan metematika sehingga ketika beliau menulis buku tentang
pembelajaran matematika, maka sudah sepantasnya beliau untuk menulis atau
membuat karya ilmiah. Serta S3 nya beliau mengambil filsafat maka betullah dia
jika menulis buku atau karya yang mengenai hal filsafat dan layak untuk
memperoleh kebenaran atau diyakini oleh para pembaca/pemakai karyanya.
Prof.
Pernah menjalin kerjasama dengan universitas Maillbourne, Australia yaitu
ketika beliau menjadi anggota WCU (World Class University). Beliau memiliki
semangat yang membara, tulus dan ikhlas, namun itu semua tidak cukup untuk
menjalin kerjasama dengan mereka. Faktor terpenting dan faktor lain adalah dari
segi ekonomi, karena perbedaan segi ekonomi sangat mencolok dengan mereka yang
dapat terlihat dari aplikasi gaji di Indonesia selama 5 bulan yang hanya mampu
untuk mencukupi kehidupan di Australia selama satu minggu dan itu meliputi
untuk semua instansi. Itulah kesenjangan kita dengan luar negeri. Kerjasama
yang dilakukan oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan Maillbourne
dalam bentuk join research, namun meskipun Indonesia memiliki banyak dosen
dengan lulusan S2 ataupun S3 baik dari dalam negeri ataupun luar negeri
kerjasama tidak serta merta langsung untuk dilakukan. Dalam melaksanakan
kerjasama itu, terlebih dahulu dosen-dosen kita harus kuliah dulu dengan
universitas yang diajak kerjasama. Mereka harus kuliah dulu di universitas yang
diajak kerjasama, kemudian ketika melakukan penelitian akan dipandu oleh dosen
yang bersangkutan di universitas itu. Dengan kondisi demikian para dosen yang
kuliah itu akan memiliki chemistry
dan pada akhirnya akan mudah untuk melakukan penelitian join research. Hasil
dari penelitian itu dapat dimasukkan dalam jurnal, nama dosen pembimbing
disebutkan dalam jurnal itu. Chemistry
yang timbul akan mempermudah melakukan penelitian-penelitian berikutnya.
Melakukan
fotokopi itu tidak seluruh dari isi buku tersebut, melainkan memerlukan adab
atau tata cara dalam mengkopi. Mengkopi secara keseluruhan dalam buku, berarti
melakukan plagiatisme dan merugikan hasil karya orang lain. Dalam mengkopi buku
hanya boleh secukupnya, satu chapter yang diperlukan saja jika itu menerapkan
adab berfotokopi.
Memanfaatkan
buku harus dengan melihat pengarang, hasil karya yang dibuat. Dengan demikian
cara menilai buku adalah melihat penulis, akuntabel atau tidak penulisnya,
memiliki latar belakang yang menunjang dalam menulis sebuah buku atau tidak,
serta di dukung dengan penelitian. Negara Indonesia banyak penulis-penulis yang
oportunitif yaitu menjadi seorang penulis buku, yang disebabkan susah dalam
mencari pekerjaan dan tidak diterima dalam melamar pekerjaan.
Manfaat
dari intuisi adalah mampu menjelaskan sesuatu tanpa harus mengartikan sesuatu
itu secara mendetail. Sebagai contoh kapan kita mampu membedakan laki-laki dan
perempuan, kalau waktu sekolah seorang bapak guru menjelaskan atau
mendefinisikan laki-laki adalah manusia yang memiliki kumis dan seorang
perempuan adalah jika ia memiliki rambut yang panjang. Namun definisi itu salah
dan tidak tepat serta kacau balau. Bagaimana jika kita melihat seseorang
perempuan yang memiliki rambut pendek, apakah ia disebut dengan laki-laki. Kan
definisi yang di atas menjadi kurang tepat dan itulah intuisi. Proses awalnya
pemahaman secara intuitif dalam diri hingga memiliki pemahaman determin dari
diri yang kokoh hingga mampu membedakan laki-laki dan perempuan secara benar.
Kategori akan turun menjadi regulasi, dalam bahasa pemerintahan regulasi
berarti peraturan. Intuisi tumbuh dan mengkonstruk dalam diri di awali dengan
mulainya kita mengikuti pendidikan. Intuisi itu jarang dipahami oleh sebagian
besar pengajar, mereka hanya mengajar sebatas yang ia mampu. Sehingga kegiatan
yang dilakukan, dia sendiri tidak mengetahui atau mengerti yang ia lakukan dan
hanya sebatas seperti air yang mengalir, yang akan jatuh pada tempat yang lebih
rendah.
Setiap
daerah memiliki budaya yang berbeda-beda, karena kita berada di daerah jawa
dengan budaya jawa. Kadang orang itu melakukan kegiatan, yang tanpa mereka
sadari karena ada fatamorgana oleh ritual yang lain, sebagai contoh pada orang
yang pamitan haji. Pada dasarnya tujuan dari acara itu adalah untuk meminta
maaf kepada handai tolanda. Dahulu meminta maaf itu harus mendatangi rumah satu
persatu, karena kurang efektif maka si pemilik acara itu mengadakan acara
pengajian. Dengan begitu acara yang tadinya harus berkeliling kampong untuk
meminta maaf, mereka hanya cukup dirumah dengan mengundang para masyarakat
untuk datang menghadiri pengajian yang diadakan. Sehingga masyarakat telah
terfatamorgana oleh acara pengajian itu. Namun masyarakat yang tahu
permasalahan atau agenda dalam pamitan haji itu, terkadang mereka malah tidak
menghadiri acara itu dengan alas an jika mereka menginginkan maaf harusnya
datang ke hadapan saya (yang dimintai maaf).
Banyak
persoalan filsafat, dapat berupa kemampuan orang tua dengan menggunakan sesuatu
yang berbeda dengan orang tua yang lain, seperti gaya atau penampilan yang
seperti gaya anak muda. Persoalan filsafat dapat juga menyangkut masalah
spiritual, semua persoalan filsafat itu mengalir dan membutuhkan energi.
Seorang guru atau dosen filsafat
memiliki kesamaan dengan dalam dalam pewayangan. Seorang dalang yang hebat tidak hanya sekedar tampil serta
merta tanpa muatan-muatan tertentu missal memerlukan spiritual. Budaya wayang
itu merupakan kolaborasi antara budaya hindu-islam, sehingga ritual yang
digunakan sebelum melakukan aksi maka dalang melakukan ritual hindu-islam.
Dalang dalam melakukan penampilannya, mereka harus melakukan ritual khusus
seperti berpuasa, membakar kemenyan, semedi (bertapa) yang bertujuan agar aksi
yang dilakukan tidak mendapati permasalahan/hambatan dan juga dapat menjadi
tontonan yang menarik bagi masyarakat. Namun seorang guru atau dosen filsafat dalam
mengajar filsafat memerlukan penghayatan hingga sampai pada spiritual. Jika
telah sampai pada tingkat spiritual, maka tidak dapat mengklaim baik kebenaran
maupun keadilan. Dan semuanya itu hanya ada disisinya. Maka seringkali pengajar
filsafat, ketika berbicara spiritual maka dia mengajak diriya sendiri. Pengajar
dalam melakukan pembelajaran yang dilakukan maka ritual yang dilakukan dengan
berdoa di awal dan akhir pembelajaran. Belajar filsafat itu memiliki kajian
yang berbeda-beda dan memiliki tingkatan yaitu berat, ringan dan mudah.
Kajian
yang berupa berat yang berisi tentang theology (ketuhanan); etik dan estetika
menyangkut arwah; tentang kebaikan dan keburukan; tentang cinta; ilmu bidang
dan penerapannya sehari-hari; dan sex
education. Pembelajaran sex education
itu berbeda-beda pembelajarannya untuk masing-masing daerah, bagaimana
kontekstualnya di jawa, papua dan daerah lain yang berisi topic tentang yang
ada dan yang mungkin ada. Di Papua maka pembelajaran dilakukan dengan member
penjelasan secara terpisah antara laki-laki dan perempuan serta di sekolah
dengan menunjukkan gambar anatomi tubuh manusia. Budaya jawa itu menganggap sex education itu merupakan hal yang
tabu dan tidak perlu untuk diungkapkan jika manusia itu tidak mengetahuinya.
Hal terbukti dalam cerita rakyat jawa mengenai lagu-lagu atau cerita rakyat
yang ternyata di dalamnya terdapat nuansa-nuansa sex education. Terlihat pada cerita rakyat jaka tingkir yang mampu
mengalahkan buaya yang berjumlah 40. Serta pada keluarga yang dirasa sudah lama
namun belum memiliki keturunan, sehingga orang tua mereka membawa mereka kepada
orang pintar (sesepuh) untuk diberi wejangan berupa symbol dengan sebuah biji
asam (klungsu) untuk dipecahkan tanpa menggunakan alat apapun, tangan maupun
kaki hanya boleh untuk dipecahkan berdua saja. Itulah sex education yang diterapkan di budaya jawa. Sehingga dalam
pembelajaran itu dibutuhkan kearifan yang digunakan dalam pengetahuan sex education agar tidak menyinggung
budaya yang lain dan mengkomunikasikan tanpa memunculkan kefulgaran dalam
berbicara atau yang lainnya. Karena dalam menyampaikan hal yang demikian
tidaklah mudah seperti berbicara biasa, melainkan membutuhkan pengetahuan
sebagai sarana pembelajaran akan pengetahuan yang akan dilakukan.
1. Apakah
orang tua zaman dahulu menggunakan intuisi dalam menjemput ajal mereka? Karena mereka
terkadang mengetahui kapan akhir hidupnya?
2. Apa
yang menjadi perbedaan antara firasat seseorang dengan intuisi ?